Diposkan pada Aksara Gumira, Semesta di kepalaku

Jangan Suka Meminta Gratisan

Setiap pagi jam sepuluh, di depan rumah kami sering lewat penjual makanan atau jajanan. Salah satu yang ramai dibeli anak-anak adalah roti bakar. Kami jarang beli, namun sesekali anak-anak tetap saya belikan supaya juga punya memori asiknya beli jajan di abang-abang. Suatu kali saat hendak membelinya, Bentang bercerita tentang temannya yang suka minta gratisan.

” Bu, kita bisa lo dapat gratisan?”

” Ha, maksudnya gimana?”

” Iya waktu itu Si A (temannya) pernah beli tiga buat dia, buat mamanya sama buat kakaknya. Trus dia bilang minta gratisan gitu ke orangnya (yang jual).”

Saya lumayan terkejut sama ingatan Bentang yang cukup detail dan peristiwa yang saya nggak expect akan dia simak di usianya yang masih lima tahun. Seringakali juga respon saya terlalu reaktif pada hal-hal mengejutkan kayak gini. “Ha? minta gratisan? Abang gak boleh kayak gitu ya.” Lalu saya mulai menurunkan nada bicara dan jadilah sebelum beli roti bakar itu jadi ceramah tujuh detik. “Abang gak boleh minta gratisan pada siapapun selama Abang masih bisa beli, Abang Roti Bakarnya itu kerja keras buat nyari duit, buat ngasih makan anaknya, nyekolahin anaknya, trus kalo kita minta gratis jadinya dia dapet uangnya lebih sedikit,,,,bla bla bla.” Saya nggak tahu apakah Bentang benar-benar menyimak namun saya percaya, telinganya menyerap ceramah saya tersebut.

Sejujurnya pelajaran moral semacam ini tidak pernah secara langsung saya dapatkan dari orang tua saya. Mungkin lebih tepatnya hal-hal terkait harga diri seperti ini tidak menjadi pelajaran moral prioritas. Mental seperti ini baru bisa saya temukan setelah keluar rumah, merantau dan seiring banyaknya orang-orang yang menyuarakan prinsip yang sama. Saya masih ingat ketika hendak pergi ke rumah saudara ibu saya pernah bilang “engko nang omahe Bulik njaluko klambi-klambi sing gak digawe ( nanti di rumah Bulik minta baju-baju yang tidak terpakai).” Sebenarnya itu hal yang biasa saja antar saudara tapi entah kenapa saya merasa malu dan tidak suka disuruh seperti itu. Baru setelah lulus SMA saya bisa menjawab tidak mau.

Jangan suka meminta gratisan sebenarnya juga mengandung makna lain. Walau dalam prinsip ekonomi kita disahkan untuk melakukan tawar menawar sampai disepakatinya harga antara penjual dan pembeli namun seiring dewasanya kita, seharusnya sisi kemanusiaan juga menjadi pertimbangan lain. Pada kakek-kakek penjual pisang yang berjalan sepuluh kilo setiap harinya, perlukah kita menawar setandang pisang yang ia jual sepuluh ribu lebih mahal daripada harga kebanyakan?

Namun berbeda ketika pemberian diskon ataupun bonus lainnya telah disampaikan di awal. Kita sebagai pembeli berhak menggunakannya. Semoga dengan begitu penjual dan pembeli sama-sama ridho, bukan hanya pembeli saja yang Ridho karena mendapat barang sangat murah sedangkan penjualnya sesak karena keuntungannya berkurang banyak. All or nothing. Jika punya uang beli, jika uangnya tidak cukup tunda keinginan atau perbanyak kerja keras. Jangan jadi orang yang suka meminta-minta pada mereka yang perihal dunia lebih ada di bawahmu.

Saya ingin anak-anak saya memahami hal ini sebagai bekal kehidupan. Sehingga mereka tidak harus mencari-cari di luar apa yang harusnya jadi nilai-nilai kehidupan. Supaya mereka tidak gamang ketika prinsipnya berbeda dari kebanyakan orang. Supaya mereka jadi manusia yang bermartabat, yang menyedikitkan harapnya pada makhluk. Supaya mereka yakin, rezeki manusia sebenar-benarnya adalah ketetapan Tuhan, tugas kita hanyalah menjadi manusia yang menghargai satu sama lain.

Lesson for my sons (and me)