Membersihkan hati, memanglah bukan hal yang mudah bagi kebanyakan manusia yang hidup di muka bumi ini. Namun bukan berarti sedikit juga orang yang mampu menjaga wibawa hatinya pada tataran dimana ia ikhlas atas segala yang terjadi padanya. Disini aku menemukan, bahwa mereka dan aku yang seklipun sudah terbina, tetap saja adalah manusia biasa yang berlaku seperti manusia kebanyakan, belum mampu menjaga hati yang bersih.
Aku menemukan banyak jenis persahabatan di luar sana. Ada yang benar-benar tulus, ada yang statis,dinamis, semu, bahkan ada yang penuh iri dan dengki. Sungguh berwarna. Dan itulah yang terkadang menimpa kita para “aktivis dakwah”. Karena label itu, sungguh terlalu berharga untuk dinodai dengan sebuah kata bernama buruk sangka.
Tak jarang memang kita berburuk sangka pada saudara-saudara kita di jalan ini. Tapi mengapakah kita seperti itu? Aku akan mengatakan pada diriku sendiri bahwa buruk sangka itu sungguhlah kejam. Kita akan mudah menuduh sahabat2 kita dengan sesuatu yang lebih buruk daripada kenyataannya. Efeknya, mudah sekali kita kecewa pada orang lain, bahkan menyamaratakan orang-orang dalam satu jenis kelompok dalam satu sifat yang kita anggap buruk tanpa melihat bagaimana sebenarnya diri kita sendiri terbentuk.
Rasul mungkin akan kecewa melihat umatnya menjadi seperti ini. Mungkin akan dikatakannya, kita ini saudara tapi mengapa berburuk sangka. Aku sungguh merasakan kekakuann hatiku ketika aku tak berusaha sediktpun memahami kondisi saudara ku pitu.
Aku tahu seorang saudara pastilah mempunyai kekurangan yang tak kita sukai. Tapi bagaimanapun, itulah seni kehidupan. Itulah seni menghadapi perbedaan yang ada di setip sisi kehidupa kita. Aku hanya ingin berazam, mulai dari sekarang, bahwa setiap apa yang mengecewakan pada saudara kita, itulah cara Allah meningkatkan kondisi kesabaran kita. Wallahualam
Saudaramu adalah cerminan dirimu
Asrama, 6-7.08.09
Semalaman mengerjakan karena konflik yang berkepanjangan.