Diposkan pada Film, Musik dan Buku

Botchan

Saya jarang membaca karya klasik Jepang dan kurang mengenal penulis-penulisnya walaupun sebenarnya mereka cukup terkenal. Natsume Soseki salah satunya. Cerita tentang Botchan ini konon adalah kisah klasik yang paling banyak dibaca di Jepang sana karena hal-hal sederhana namun esensial diceritakan dengan gaya humor.

Botchan adalah seorang anak yang berasal dari keluarga terpandang di Tokyo era Meiji. Dia adalah anak yang penuh masalah, kasar, dan suka sekali bertengkar. Dia pernah menjatuhkan diri dari ketinggian hingga lengannya patah, merusak kebun tetangga dan melukai dahi kakaknya dengan biji catur karena kakanya berbuat curang. Ayahnya tidak pernah mengasihinya dan ibunya sangat frustasi kepadanya. Satu-satunya orang yang bersikap baik kepadanya adalah Kiyo, pembantu di rumahnya.

Kiyo suka sekali membelikannya barang seperti kaus kaki dan pensil. Kadang-kadang Kiyo juga mengatakan pada Botchan bahwa dia punya sifat yang baik dan suka berterus terang. Botchan sendiri tidak merasa seperti itu walaupun Kiyo terus mengatakan hal-hal baik tentangnya. Ia selalu menjadi dirinya apa adanya.

Saat dewasa Botchan diminta menjadi guru di sebuah sekolah di pedalaman. Di sinilah dia menemukan adanya banyak hal yang tidak benar menurut pikirannya. Sifatnya yang jujur dan penuh keterusterangan membuatnya banyak menemui kesulitan. Botchan mengusulkan hukuman pada siswa yang berbuat salah telah membuat kerusuhan walaupun kebiasaan sekolah adalah memaafkan siswa betapapun bersalahnya mereka. Botchan menolak kenaikan gaji sebagai akibat dipindahkannya seorang guru yang dia hormati ke daerah yang lebih terpencil secara paksa. Botchan mengajukan pengunduran diri jika teman seperjuangannya dipecat. Dia mungkin memberontak tanpa berpikir panjang, tapi dia melakukannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Di sekolah tersebut terdapat seorang Kepala Guru yang memegang hampir semua urusan di sekolah, melebihi Kepala Sekolah. Mungkin karena seorang guru sastra, Kepala Guru sangat pandai berbicara dan memanipulasi orang lain. Setiap Botchan melakukan protes, Kepala Guru akan menjawabnya dengan logis dan bijak hingga membuat Botchan kembali diam.

Sampai puncaknya Botchan difitnah dan seorang temannya dipecat, ia tak tahan lagi. Ia merasa bahwa Kepala Guru adalah orang yang dari awal berada di balik setiap peristiwa tidak mengenakan yang dialaminya. Dengan segenap usaha, Botchan berhasil menangkap basah Kepala Guru keluar dari rumah Geisha. Seseorang yang selalu berkoar-koar bahwa guru harus memiliki disiplin moral menghabiskan satu malam bersama Geisha. Botchan kemudian memukulinya karena sampai akhir Kepala Guru tetap berkilah.

Melalui novel sederhana ini saya jadi menyadari satu hal, kekerasan, baku hantam sesungguhnya tidak selamanya buruk. Apalagi terhadap ketidakadilan dan hal-hal yang tak tertahankan, yang tidak bisa lagi dicegah atau dilawan dengan bicara dan menulis. Botchan adalah sosok sederhana diantara rumitnya sikap yang dimiliki manusia. Dia menjalankan tugasnya secara jujur, melawan yang buruk dan menerima konsekuensi atas perlawanannya tersebut. Dan pada akhirnya atas apapun yang sudah terjadi, manusia memanglah harus bertanggung jawab atas segala yang dilakukannya.

Lanjutkan membaca “Botchan”