Diposkan pada Semesta di kepalaku

Hijrah

“Inilah perjalanan yang mengubah dunia. Inilah hijrah atau pengungsian ke Madinah. Hanya 70 orang,dipisah dalam kelompok-kelompok kecil. Berjalan menempuh padang gurun sejauh 250 mil. Namun semakin sadar akan akibatnya, semakin abadi pula pengaruh dari perjalanan ini. Karena dari itulah kaum muslim menghitung kalender mereka. Dalam saat inilah Islam menemukan masa depannya. Muhammad sendiri berdiam di Makkah dalam bahaya yang amat besar sampai semua pengikutnya pergi dengan aman.”

Itulah narasi singkat adegan dimulainya hijrah dalam film The Message, film yang dianggap paling representatif dari sekian film yang menggambarkan kehidupan Muhammad ibnu Abdullah. Karena penggambaran dalam film itulah, saya melihat betapa hebatnya perjalanan melalui padang pasir.

Apa yang membuat hijrah menjadi sesuatu yang monumental sesungguhnya adalah sederhana. Keberanian untuk menuju pada kehidupan yang lebih baik. Bukan hal yang mudah bagi sosok Muhammad untuk mengubah tradisi yang selama lebih dari 600 tahun menjadi kebiasaan bangsanya. Bahkan di masa sekarang pun, perubahan yang sudah menjadi kata yang begitu biasa, terkadang masih sulit untuk benar-benar diterima bagi mereka yang tumbuh dan besar dengan tradisi. Muhammad merevitalisasi kebiasaan bodoh yang telah terjadi selama berabad-abad, pada sebuah perubahan paling ekstrim kala itu; menolak penghambaan terhadap patung-patung, menyembah pada satu Tuhan, persamaan derajat antara majikan dan budak, antara laki-laki dan perempuan, dan melarang mengubur bayi perempuan. Perubahan ekstrim seringkali membahayakan pihak berkuasa,maka embargo ekonomi, boikot sosial, hingga ancaman pembunuhan diterima oleh Muhammad saw dan para pengikutnya. Tidak ada kebaikan lagi untuk tetap hidup di Makkah. Hidup harus terus berjalan, maka mencari penghidupan di tempat lain pun dilakukan. Allah menjawab kebingungan Nabi dengan mendatangkan seseorang dari Madinah, memberi kabar adanya suaka disana. Hijrah pertama dalam sejarah terjadi, melawan segala ketakutan menyusuri padang gurun dan beratnya meninggalkan kampung halaman yang dicintai.

The Alchemist yang dianggap karya sastra monumental dalam dua puluh tahun ini karya Paulo Coelho menceritakan sisi lain pergolakan dalam sebuah perjalanan yang sederhana namun mendalam. Santiago adalah seorang gembala di padang rumput Spanyol yang memutuskan mengarungi padang gurun untuk mencari harta karun di dekat piramida sesuai apa yang dikatakan mimpinya. Dalam perjalanan banyak hal tak terduga yang diajarkan gurun kemudian memperluas cakrawalanya. Bahaya, terkadang mendekatkan kita pada harapan. Hingga ia bertemu Sang Alkemis yang mengatakan bahwa rasa takut akan penderitaan justru lebih menyiksa daripada penderitaan itu sendiri.Dan tak ada hati yang menderita saat mengejar impiannya sebab setiap detik pencarian adalah pertemuan dengan Tuhan. Itulah yang akhirnya dirasakan Santiago, bahwa apa yang ditemukannya dalam perjalanan sesungguhnya jauh lebih berharga dari harta karun itu sendiri. Ia menemukan Jiwa Dunia, kebesaran Tuhan dan orang yang dicintainya. Hal yang sama yang dilakukan orang Arab, pengikut Muhammad 1436 tahun yang lalu.

Hijrah adalah keberanian memutus rantai belenggu pikiran akan rasa takut. Rasa takut ada untuk mengingatkan kita untuk tetap berharap pada Yang Maha Ditakuti. Maka mereka yang berhijrah, muhajirin adalah manusia yang penuh harapan, dan karenanyalah mereka memiliki kehidupan.

image

Allahumma ij’al awwala haadzihis sanati sholaahan, wa awsathahaa suruuron wa akhiraha najaahan”
(Ya Allah jadikanlah awal tahun ini perbaikan, pertengahannya kegembiraan dan akhirnya kesuksesan bagi kehidupan kami)

1.1.1436
Berharap yang baik-baik di awal tahun

Diposkan pada Trivia, Uncategorized

Reconciliation

Is whatever you don’t like finally you do
Is how bad you feel at, you decide to take
Is an effort you’ll always need
Cause there’s so many thing out of our aims, God give the best bless in the little thing named reconciliation

Kotabumi.10.12.1435