Diposkan pada Film, Musik dan Buku

“Educated” : Memoar Tara Westover

Tara Westover lahir dan besar di Pegunungan Idaho, Amerika Serikat sebagai bungsu dari tujuh bersaudara. Keluarganya adalah survivalis Mormon dan ayahnya adalah salah satu yang paling fanatik. Saya pertama kali mendengar aliran Gereja Mormon (di Amerika sering disebut LDS-Latter Day Saint) dari series Under The Banner Of Heaven yang dibintangi Andrew Garfield. Dan walaupun cerita hidup Tara di sini sebagian besar dipengaruhi oleh kepercayaan yang dianut keluarganya, Tara dari awal memberikan disklaimer tidak menjelekkan atau memuji agama tertentu.

Keluarga Tara hidup di sebuah lereng bukit yang mereka sebut “Buck’s Peak”. Ayahnya mengumpulkan besi-besi bekas di sebuah tempat yang disebut “junkyard”. Ibunya adalah seorang bidan -yang di Indonesia lebih tepat disebut dukun beranak- dan herbalis. Mereka hidup terisolir. Ayahnya memutus hubungan dengan pemerintah. Tara dan saudara-saudaranya tidak pergi ke sekolah umum, tidak boleh berobat ke dokter apalagi mempunyai asuransi bahkan tidak punya akta kelahiran. Semua dengan alasan menaati perintah Tuhan.

Sehari-hari Tara dan saudara-saudaranya membantu ayahnya bekerja di Junkyard, menjadi asisten ibunya Saat menolong kelahiran atau menuang-nuang larutan herbal. Bekerja di antara besi-besi tanpa prosedur keamanan tujuh bersaudara tersebut sering bearda dalam bahaya. Luke pernah terbakar, Shawn pernah jatuh dari ketinggian, Tara sendiri berkali-kali hampir terkena besi. Bagian awal kita akan diliputi keheranan, kenapa keluarga ini terus menerus mengalami kecelakaan.

Ketika kondisi keluarganya makin tak terkendali, makin fanatik & makin bahaya, Tara memutuskan untuk mendaftar universitas mengikuti jejak kakaknya,Tyler. Singkat cerita Tara berhasil menempuh pendidikan formal untuk pertama kalinya di Brigham Young University di usia 17 tahun. Nasib dan kegigihannya membawanya hingga mendapat gelar Doctor di Cambridge, termasuk menerima beasiswa bergengsi Dari Gates Foundation.

Cerita masa kuliahnya pun jauh dari definisi fancy. Untuk pelajar biasa saja, pendidikan tinggi itu berat, apalagi untuk Tara yang tidak pernah bersekolah & hidup terisolir. Ia harus memikirkan bagaimana untuk tetap belajar dan mengelola keuangannya yang hampir minus. Di antara itu ada kesulitan saat bergaul (bahkan untuk sekedar berkomunikasi) atau ketika Sakit bertahan untuk tidak ke dokter. Namun di masa ini Ada momen-momen penghiburan dari ayah ibunya.

Buku ini bukanlah kisah cerita inspiratif meraih kesuksesan tipikal from hero to zero. Sebagaimana umumnya sebuah memoar, Tara Westover justru lebih banyak bercerita tentang kerentanan dan kebingungan yang terus is rasakan bahkan setelah ia meraih kesuksesan akademik. Curhat yang diceritakan dengan baik. Pendidikan telah memperluas cakrawala berpikirnya. Ia mengkonfrontasi ayahnya yang ia sadari punya gejala bipolar saat mempelajarinya di universitas, menuntut kebungkaman ibunya dan melawan kakaknya yang kasar. Karena perlawanan yg tidak biasa di keluarganya ini, ayahnya menyebutnya dirasuki setan, murtad. Sampai buku ini dibuat Tara masih belum berkomunikasi lagi dengan orangtuanya. Membuat segala capaiannya menyisakan satu lubang kehampaan, ketiadaan keluarga untuk pulang.

Membaca memoar Tara Westover ini membuat saya merenung berhari-hari. Mungkin salah satunya karena dia adalah anak perempuan dalam keluarganya, yang pertama Kali berpendidikan dan punya pikiran kritis dan berani. Segala yang diceritakannya terasa menggema di pikiran anak perempuan yang lain seperti saya. Apakah meninggalkan keluarga untuk kebaikan diri sendiri adalah pengkhianatan? Atau apakah demi keluarga kita harus mengikuti alur kehidupan yang mereka tentukan hanya karena mereka keluarga? Semoga Tara bisa berbicara lagi dengan ayah ibunya.

Penulis:

Menulis, terkadang bukan untuk menunjukkan siapa kita. Terlebih dari itu, untuk mengenali diri kita sendiri, mempertajam kedalaman batin dan mengumpulkan kenangan. Corat coret disini terutama adalah untuk diri sendiri, untuk mengingatkan, bahwa telah banyak cerita yang dapat dijadikan penyemangat Hiduplah hidup, untuk Sang Maha Hidup

Tinggalkan komentar